Banyak warga di perkampungan yang masih tak bisa menghindari jeratan rentenir. Sementara kebutuhan akan dana segar untuk menjalankan usaha ataupun mengembangkannya terus bergulir. Jeratan rentenir dan tingginya kebutuhan warga akan bantuan dana segar mendorong sejumlah warga desa Tumang, Kecamatan Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah yang kini merantau ke Jakarta mendirikan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
BMT yang dinamakan BMT Tumang ini, merupakan wujud kepedulian warga Tumang di Jakarta yang salah satu tujuannya untuk memajukan perekonomian kampung halamannya. ''Pendirian BMT ini sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat karena kami melihat di kampung banyak rentenir dan utang mereka sepertinya tidak habis-habis,'' kata Manager Utama BMT Tumang, Adib Zuhairi kepada Republika.
Di awal pendiriannya, BMT Tumang melakukan sosialisasi dengan bersilaturahmi ke sejumlah tokoh masyarakat. Dengan silaturahmi yang dilakukan terus menerus termasuk menjelaskan visi misi BMT, maka perlahan namun pasti BMT Tumang mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Untuk membantu perkembangan BMT Tumang, pengurus menitipkan kotak tabungan ke sejumlah tokoh masyarakat. Peran serta warga tersebut membantu pendirian BMT dengan dana yang diberikan secara sukarela. Uang yang berasal dari kotak tabungan pun turut membantu modal awal pendirian BMT. Dari kotak tabungan yang telah berjumlah lebih dari 500 kotak itu, akhirnya terkumpul dana sebesar Rp 200 juta per bulan. Setiap satu minggu dana yang terkumpul dari kotak tabungan dikumpulkan oleh pihak BMT.
Penyaluran pembiayaan BMT Tumang difokuskan di sektor perdagangan, khususnya pedagang pasar. Setidaknya 60 persen dari pembiayaan disalurkan ke pedagang di tiga pasar besar di Boyolali, yaitu pasar Sunggingan, pasar Ampel, dan pasar Cepogo. Penyaluran pembiayaan yang diberikan kepada pedagang pasar antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta dengan pengembalian selama maksimal satu tahun. Di masing-masing pasar tersebut setidaknya terdapat 200 peserta pembiayaan dari BMT Tumang.
Selain menyalurkan pembiayaan ke pedagang pasar, BMT Tumang juga menyalurkan pembiayaan kepada para perajin di Tumang, seperti perajin tembaga dengan pembiayaan sekitar Rp 10 juta sampai Rp 50 juta. ''Rata-rata perajin meminjam untuk menutupi biaya operasional,'' kata Adib. Hasil kerajinan Tumang pun sudah menjangkau pasar ekspor seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa.
Hingga September 2008 pembiayaan yang telah disalurkan BMT Tumang mencapai Rp 9 miliar. Sementara di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 7,5 miliar. Dari segi akad sebanyak 60 persen menggunakan mudharabah, sementara sisanya menggunakan akad murabahah dan ijarah.
Keanggotaan BMT Tumang terbagi dalam dua jenis, yaitu keanggotaan biasa dan luar biasa. Untuk keanggotaan biasa simpanan pokok dikenakan biaya Rp 2 juta dan simpanan bulan Rp 10 ribu per bulan. Sementara untuk keanggotaan luar biasa simpanan pokoknya Rp 10 ribu dan simpanan wajib sebesar Rp 1000 per bulan. “Kalau untuk keanggotaan biasa mereka dilibatkan dalam rapat pengurus, sedangkan anggota luar biasa adalah anggota yang kita layani,” kata Adib.
BMT yang telah berusia 10 tahun itu, kini memiliki peserta sekitar 6000 orang. Setiap tahun, rata-rata penambahan peserta sebanyak 200 orang. Saat ini BMT Tumang telah memiliki empat kantor, yaitu di Desa Tumang (kantor pusat), Cepogo, Ampel, dan kota Boyolali.
Sumber : Harian Republika
0 komentar:
Posting Komentar