Jumat, 10 Juni 2011

Pembiayaan Jual Beli

Ada beberapa konsep jual beli yang diperbolehkan dalam Islam, antara lain adalah Murabahah, Salam dan Istisna

Murabahah :

Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal (harga perolehan) dengan tambahan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh kedubelah pihak (Penjual dan Pembeli). Karakteristiknya adalah penjual harus memberitahu berapa harga produk yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

Cara pembayaran dan jangka waktu disepakati bersama, dapat secara lumpsum ataupun secara angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini disebut dengan Bai’ Bitsaman Ajil

Rukun Murabahah :

  1. Pihak yang berakad :

a. Penjual (ba’i), dan

b. Pembeli (musytari)

  1. Obyek yang diakadkan :

a. Barang yang diperjualbelikan

b. Harga

  1. Sighat :

a. Serah (Ijab)

b. Terima (qabul)

Syarat Murabahah :

  1. Pihak yang berakad :

a. Sebagai keabsahan suatu perjanjian (akad) para pihak harus cakap hukum

b. Sukarela dan tidak dibawa tekanan (terpaksa/ dipaksa)

  1. Obyek yang diperjualbelikan :

a. Barang yang diperjualbelikan tidak termasuk barang yang dilarang (haram), dan bermanfaat serta tidak menyembunyikan adanya cacat barang

b. Merupakan hak milik penuh pihak yang berakad

c. Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan penjual dan yang diterima pembeli

d. Penyerahan dari penjual ke pembeli dapat dilakukan

  1. Sighat :

a. Harus jelas secara spesifik (siapa) para pihak yang berakad

b. Antara ijab qabul harus selaras dan transparan baik dalam spesifikasi barang (penjelasan pisik barang) maupun harga yang disepakati (memberitahu biaya modal kepada pembeli)

c. Tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang

Implementasi Produk Murabahah :

Dari pengertian diatas, maka lembaga keuangan syariah dapat mengimplementasikan pada produk penyaluran dana, yakni untuk penjualan barang-barang investasi dengan kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal), model ini paling banyak dipergunakan dalam lembaga keuangan Syariah oleh karena setting administrasinya yang sederhana. (Didalam lembaga keuangan konvensional layanan ini dikenal dengan istilah kredit investasi).

Didalam praktek kita jumpai lembaga keuangan syariah menggunakan sistem murabahah ini untuk kebutuhan modal kerja, sehingga konsekuensinya diketemukan beberapa akad murabahah yang diperpanjang bahkan sampai menjadi berkepanjangan/ berkelanjutan (evergreen) karena sifat dari modal kerja sendiri yang merupakan kebutuhan rutin dalam kegiatan usaha.

Salam (Salaf) :

Adalah akad pembelian (jual-beli) yang dilakukan dengan cara, pembeli melakukan pemesanan pembelian terlebih dahulu atas barang yang dipesan/ diinginkan dan melakukan pembayaran dimuka atas barang tersebut, baik dengan cara pembayaran sekaligus ataupun dengan cara mencicil, yang keduanya harus diselesaikan pembayarannya (dilunasi) sebelum barang yang dipesan/ diinginkan diterima kemudian. (Penghantaran barang/ delivery dilakukan dengan cara ditangguhkan).

Rukun Salam :

  1. Pihak yang berakad :

a. Pembeli/ Pemesan (Al-Muslam), dan

b. Penjual (Al Muslam ilaih)

  1. Obyek yang diakadkan :

a. Barang yang disalamkan (Al Muslam Fihi)

b. Harga/ modal salam (ra’su maal as-salam)

  1. Sighat/ Akad :

a. Serah

b. Terima

Syarat Salam :

  1. Pihak yang berakad :

a. Harus cakap hokum

b. Sukarela (ridha) dan tidak dalam keadaan dipaksa/ terpaksa/ berada dibawah tekanan

  1. Obyek yang diakadkan

a. Barang yang di-salam-kan (Al-Muslam Fihi) :

1) Tidak termasuk barang yang diharamkam (dilarang)

2) Spesifikasi barang harus bisa diidentifikasi a.l. jenis, type, kualitas, warna dan sifat lainnya.

3) Ukuran barang bisa diidentifikasi sesuai dengan alat ukurnya a.l. timbangan, takaran, berat, panjang dan lainnya.

4) Harus berupa barang berwujud agar dapat diakui sebagai hutang

5) Boleh menentukan tanggal dan tempat pengiriman

b. Harga/ Modal Salam

1) Jumlah harga (modal) yang disepakati harus jelas

2) Kesepakatan mengenai pembayaran modal harus diserahkan pada saat akad dengan cara tunai.

c. Pembayaran salam

1) Pembayaran oleh pembeli tidak diperbolehkan dengan cara hutang, karena akan menimbulkan akad jual beli hutang dengan hutang, atau

2) Pembayaran tidak diperbolehkan dengan cara kompensasi berupa pembebasan hutang si penjual kepada pembeli, karena bisa menimbulkan praktek riba.

  1. Sighat/ Akad :

a. Harus jelas dan disebutkan dengan siapa berakad

b. Proses Ijab Qabul (serah terima) harus selaras baik dalam spesifikasi barang maupun harga yang telah disepakati

c. Akad tidak mengandung hal-hal yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada peristiwa/ kejadian yang akan datang.

Implementasi produk Salam :

Dipergunakan untuk membiaya produk (terutama) pertanian dengan jangka waktu pendek (<= 6 bulan), namun didalam praktek terhadap barang-barang yang mempunyai spesifikasi jelas dapat juga dibiayai dengan produk salam ini, seperti produk garment (pembuatan pakaian jadi)

Salam Paralel :

Salam parallel berarti melaksanakan dua transaksi salam yang berbeda pada para pihak yang bertransaksi.

Contohnya :

Lembaga Keuangan Syariah “A” selaku pembeli membuat akad salam dengan Produsen “X” selaku pemasok (Salam ke-2) untuk pemesanan/ pembelian produk garment.

Sebelumnya Lembaga Keuangan Syariah “A” selaku penjual juga membuat akad Salam dengan Pembeli Akhir “Y” (Salam ke-1).

Prosedur yang demikian ini yang disebut dengan Salam Paralel karena Lembaga Keuangan dimaksud bertindak selaku pembeli dan penjual pada suatu transaksi salam. Hal ini dimungkinkan karena Lembaga keuangan Syariah “A” semenjak awal tidak merencanakan untuk menyimpan dan menjadikan garment tersebut sebagai barang persediaannya, sehingga diperlukan pihak ke-3 yang dapat mengkonsumsi (membeli) barang-barang tersebut. Dari proses diatas maka dapat kita simpulkan bahwa timbulnya proses Salam ke-2 baru dapat direalisasikan oleh Lembaga Keuangan Syariah, jika Lembaga Keuangan Syariah telah dapat menemukan dan memastikan adanya fihak pembeli akhir sebagaimana pada proses salam ke-1.

Istisna :

Adalah akad bersama pembuat (produsen) untuk suatu pekerjaan tertentu dalam tanggungan, atau akad jual beli suatu barang yang akan dibuat terlebih dahulu oleh pembuat (produsen) yang juga sekaligus menyediakan kebutuhan bahan baku barangnya. Jika bahan baku disediakan oleh pemesan, akad ini menjadi akad Ujrah (Upah)

Rukun Istisna :

  1. Para Pihak Yang Berakad

a. Pembuat atau Penjual atau Produsen (Sani’)

b. Pemesan atau Pembeli (Mustasni’)

  1. Obyek Yang diakadkan

a. Barang/ Proyek yang dipesan (Masnu’) dengan kriteria yang jelas

b. Kesepakatan atas Harga Jual.

  1. Sighat

a. Serah

b. Terima

Syarat Istisna :

  1. Para pihak yang melakukan akad istisna harus dalam kondisi cakap hukum
  2. Obyek yang dipesan jelas spesifikasinya, yakni a.l. penjelasan jenis, macam, ukuran, dan sifat barang, serta barang tersebut merupakan barang yang biasa berlaku pada hubungan antar manusia .
  3. Pembuat (Produsen) mampu memenuhi persyaratan pesanan.
  4. Harga jual ditetapkan sebesar harga pemesanan ditambah keuntungan
  5. Harga jual tetap selama jangka waktu pemesanan
  6. Jangka waktu pembuatan disepakati bersama

Implementasi Produk Istisna :

Poduk Istisna dapat diimplementasikan untuk transaksi jual-beli yang prosesnya dilakukan dengan cara pemesanan barang terlebih dahulu (pembeli menugasi penjual untuk membuat barang sesuai spesifikasi tertentu, seperti pada proyek konstruksi) dan pembayaran dapat dilakukan dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

Istisna Paralel :

Jika Lembaga keuangan Syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (sub-kontraktor) untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istisna, maka hal ini disebut dengan Istisna paralel.

Contoh : Istisna Paralel dapat diterapkan pada proyek konstruksi, yakni Kontraktor selaku pembuat/ produsen (Sani’ ke-2) memerlukan biaya modal untuk membangun proyek konstruksi milik Bohir selaku pemesan/ pembeli (Mustasni’), sedangkan Lembaga Keuangan Syariah (sebagai Sani’ ke-1) membayar biaya untuk konstruksi itu dan kemudian menjualnya kepada Bohir. Manfaat yang akan diperoleh Lembaga Keuangan Syariah adalah selisih antara harga beli dari Kontraktor dengan harga jual kepada Bohir.

Didalam skim diatas Lembaga Keuangan Syariah akan meminta (mensubkannya) kepada Kontraktor untuk membuatkan barang pesanan/ proyek konstruksi sesuai permintaan Bohir (akad Istisna ke-2), dan setelah selesai Bohir akan membeli barang tersebut dari Lembaga Keuangan Syariah dengan harga yang telah disepakati bersama.(Akad Istisna ke-1). Akad ke-2 dilakukan setelah akad ke-1 sah, dan dilakukan secara terpisah.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by KJKS BMT TUMANG Productions